GAGASMEDIA OFFICIAL WEBSITE AND BLOG »

Monday, January 3, 2011

SUGAR SUGAR Bagian 7

Aku subscribe GlamTeen dah sejak junior high. Kind of hardcore fan of this magazine, actually. Terutama halaman modenya, ugh, I learn it religiously. Shorts out, shorts in. Rambut lurus out, rambut lurus in. Semuanya aku ikutin tanpa pikir dua kali lipat.

Dan so far, nggak pernah ada yang komplain tentang gaya berpakaianku. Meskipun nggak semuanya bermerek (sometimes I love shopping at flea market like Pasar Senen), aku selalu terlihat ah-dorable. Gaya formal, oke. Gaya non formal, lebih oke lagi.

Tapi lihatlah aku sekarang, si so-called-fashion-expert-almost-a-hall-of-famer-in-VIS-history. Berdiri bengong di depan cermin seluruh badan, dengan tumpukan baju di tangan kiri dan kanan. Bingung mo pake baju apa.

Padahal jelas-jelas ini cuman study group—boongan lagi. Itu dia aku herannya, nggak penting tapi malah dipikirin. Apa mungkin karena faktor Leon itu lumayan cute?

NO!

Jangan ke-distract, Ta, kataku pada diriku sendiri. Fokus hanya ke Kak Samuel aja.

Aku manggut-manggut sendiri. Iya. Cute bukan alasan kuat buat menyukai cowok itu. Selain itu, helloooo, masih cakepan Kak Samuel kan ke mana-mana. Koreksi, almost God-like.

Kesadaran baru itu pun membuatku nge-cut acara dilema-dilema nggak penting itu dan mengambil dua item pakaian yang kuanggap paling oke buat aktivitas santai: kaus boatneck dengan aksen pita besar di bahu sebelah kiri dan rok jeans. Aku juga nggak terlalu milih-milih buatnyari sepatu dan tas padanannya. Just the plain flat shoes and a L.A.M.B tote.

Black Widow dah setuju aku ikut study group. Nggak terlalu susah kok ngelakuinnya. I mean, Mum bahkan terlihat nggak peduli. Waktu itu, dia lagi kedatangan tamu, pedagang berlian langganannya. Malika Halimjaya itu dah terkenal banget sama usaha perhiasannya, especially karena dia bisa ngedapetin segala jenis batu berharga—legal maupun nggak. Kayak yang lagi ditawain ke mamaku itu tuh, ‘konon’ terbuat dari batu berlian yang diselundupkan dari salah satu negara di Afrika. Gawd!

Yah, karena setengah mendengarkan, Mum bilang iya-iya aja waktu aku cerita soal rencana ber-study group ria sama si CF. Sempet curiga sih—dikit, tapi lebih karena dia kira aku ada hubungan ‘spesial’ sama temen study group-ku itu. AS IF! Hatiku dah milik Kak Samuel, Mum!

Sip. Preparation is finally done. Make-up-ya yang natural aja. Aku sempat nyemprotin Dolly Girl-nya Anna Sui sebelum keluar kamar. Sekarang aku benar-benar ngerasa oke buat acara study group (yang kelak bakal dilanjutkan dengan kencan rahasia sama Kak Samuel).

Ahhh, senangnya!
*

Aku sampai di depan rumah CF—err, Leon maksudnya, sekitar pukul enam tiga puluh. Aku janji bakal ketemu sama Kak Samuel di kafe sekitar pukul delapan-ish. Cukuplah buat basa-basi nggak penting sama orang itu. Pas tadi di jalan, aku sempet nelepon Is, nanya dia dah di mana posisinya. Cewek itu nggak jelas sih jawab daerah mana persisnya, tapi katanya, “Udah dekat.”

Yang nyambut aku di depan pintu nggak lain nggak bukan adalah Leon seorang. Aku tersenyum ramah dan membiarkan dia mundur satu langkah supaya aku bisa masuk. Hm, tuan rumah yang baik.

“Is masih di jalan,” kataku.

BTW, pasti penasaran kan, gimana caraku bisa bikin Leon mau jadi anggota study group-ku? Easy pie. Aku sedikit merajuk tadi. Aku bilang, takut fail dan bikin orangtuaku kecewa. Buat kalian sih mungkin ini terdengar nggak terlalu bikin trenyuh, tapi perlu diingat yak, Leon itu tipe pintar. Lebih detail lagi, si pintar yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Biasanya, orang kayak gini, langsung ‘meleleh’ kalo diminta bantuannya buat ngajarin pelajaran yang susah.

“Ya udah, masuk dulu aja.”

Dan waktu dia bilang ‘masuk’ itu, aku kira menunggu di ruang tamu—kayak orang-orang bertamu lainnya. Nggak tuh. Dia bahkan nggak membiarkan aku ngeliat-liat baby picture-nya dia yang digantung di ruang tamunya. Dia menyuruhku mengikuti langkahnya menuju lantai tiga.

Seperti dugaanku, ruangan itu penuh buku. Ketiga sisi ruangan hampir ditutupi rak buku besar yang memuat koleksi buku-buku hardcover. Berani taruhan, beberapa pasti ada yang bahkan lebih tua dari umur kemerdekaan Indonesia. Not interested at all.
Leon menyuruhku duduk di salah satu beanbag di atas karpet. “Mo minum apa?” tanyanya lagi.

“Apa aja.”

Jujur, aku sebenarnya nggak minat buat ngapa-ngapain di… tempat ini. Buruan dong setengah delapannya, biar aku bisa buru-buru cabut buat ketemu Kak Samuel tersayang.

“Biskuit?”

Aku menggeleng.

“Homemade lho.”

Aku diam aja.

“Bawa apa aja. Gue gak milih-milih kok,” kataku sambil tersenyum manis.

Leon kembali dua menit kemudian. Bawa dua kaleng softdrink dingin dan… kacang. WTF?! Dikiranya kami lagi nonton sepak bola apa?

“Gue yakin cewek kayak lo sukanya yang Diet.” Dia menyodorkan Diet Coke buatku, yang kuambil tanpa ngomong apa-apa. Leon duduk di beanbag satu lagi, membuka softdrink-nya sendiri, lalu menyesapnya sedikit.

Lalu diam. Aku juga nggak ada minat buat ngomong sepatah kata pun ke dia.

“So…,” sepertinya dia mencoba mencari bahan percakapan, “how’s life?”

Aku angkat bahu. “Begitu-begitu aja. Nothing’s special.”

Diam lagi. Dan kali ini lebih lama daripada biasanya. Aku melirik ke jam dinding di atas CD player Bang & Olufsen. What?! Aku baru lima belas menit doang di sini?! Kok rasanya dah kayak sepuluh tahunan yak!

Aku menoleh ke arahnya dan mendapati cowok itu juga menatap ke arahku. Saling tersenyum garing. Lalu…, hening.

Aku melirik ke jam dinding lagi. Shit, baru lima belas menit lewat sepuluh detik. Nggak ngaruh juga! Is, buruan datang napa, rengekku dalam hati. Dah garing mampus nih!

0 comments: