GAGASMEDIA OFFICIAL WEBSITE AND BLOG »

Thursday, May 20, 2010

SUGAR SUGAR (bagian 4)

Actually, I’m not feeling really well today. Terlalu excited ternyata berakibat buruk buat kesehatan. Bikin jadi susah tidur dan ujung-ujungnya begadang sampe pukul 4 pagi… main Sims 3. Tadi, begitu selesai mandi, langsung ke kaca di depan wastafel. Shoot! Mataku kuyu banget—more like a pathetic look than come-straight-fron-bed look.

Sigh.

Tadi sempet BBM-an sama Is, katanya dia dianter sama sopir mamanya hari ini. Yah, terpaksa deh hari ini berangkatnya sendirian aja.

“Tatiana!”

Aku menoleh pelan, nggak bersemangat. Dalam hati, aku mengira mama masih mau mengungkit soal Gordon Ramsay (yang ternyata lebih berharga daripada telunjuk anaknya yang berdarah dikit kena pecahan cangkir) lagi. Ternyata nggak. Cuman nanya, tadi dah sarapan ato belon. Aku bilang aja udah.

“Oh ya, ngomong-ngomong, malam ini temenin Mama ke resepsi nikahan anaknya Tante Kwanda ya?” Tante Kwanda adalah temen baik Mama sejak masih duduk di bangku kuliah. Aku pernah ditunjukin foto-foto mereka waktu masih muda dulu. They shared same bad hair-do, wore miniskirts and smokey eyes. Ick banget dah pokoknya.

“Ma, masa ke party-nya sampe dua malam berturut-turut sih?” Aku melengos. “Even a dancing queen needs her beauty rest.”

“jadi anak jangan banyak ngebantah deh.”

Aku manyun. Mama pura-pura nggak liat dan langsung mencium pipiku. Isyarat supaya cepet pergi tuh, maksudnya. Sambil mengelap residu lipstik Mama yang ketinggalan di pipiku, aku berpikir, Mama tumben banget dah rapi jam segini. Ada angin apa?


Aku berangkat ke Voltaire dengan Volvo, sendirian. Mama, BMW, dan sopir pribadinya keluar lebih dulu dari areal rumah. Belakangan, Mama bilang dia mau ke butik langganan dulu buat fitting kebaya yang dipesannya beberapa waktu lalu. Aku basa basi bilang aja, salam buat Mas Tyo—nama desainer kesayangan Mama itu.

Begitu buka pintu dan pertama kalinya menginjakkan kaki kananku di areal parkiran, aku mendadak menguap. Shit. Tanda-tandanya udah mulai kelihatan nih. Kayaknya bakal terus begini deh sampe pukul sepuluhan. Aduh mampus, jangan sampe ketiduran di kelas. Kalo ketahuan kan bakal MALU banget—

Saat itulah soliloqui-ku yang berjudul Drama Queen Ngantuk mendadak terhenti, digantikan debar jantung nggak semestinya. Semua itu gara-gara si Freak lewat. Pake senyum, plus lambaian tangan langsung ke arahku.

Akh!

Kenapa sih aku malah tersipu-sipu karena cowok lain di saat Kak Samuel, cowok yang masuk wishlist-ku di setiap malam Natal, jelas-jelas lagi available. Nganggur minta dipacari. Kenapa, God, kenapa?

Aku agak menunggu sampe si Freak hilang dari pandangan. Nggak. Aku nggak mau berakhir kayak Maria dan cewek-cewek tolol lain yang seneng berkerumun di sekitar mejanya setiap jam makan siang. Ikh, so not me. Aku suka Kak Samuel. Hanya Kak Samuel. The one and only.

….

Ya, the one and only.

I hope so.

*

Jam pertama: English.

Aku melirik kiri-kanan dan nggak menemukan Is di mana-mana. Ke mana ya tuh orang? Padahal katanya berangkat duluan.

Tiba-tiba sekelebat bayangan adegan sinetron murahan (yang, I swear to God and Marilyn Monroe, nggak sengaja ketonton pas lagi main-main remote milih channel, kali aja lagi nayangin acara oke) dengan drama kecelakaan, diculik orang, dan semacamnya. Is… nggak kena musibah kayak gitu kan?

Oke. Sekarang aku bener-bener khawatir. Ditelepon aja deh.

Tuuut…. Tuuut….


“Halo?”

“Halo, Is, lo di mana?!”

“Bo! Sopir gue ditilang aja gituh. Bakal telat.”

“Owh, shit! Sial banget lo.”

“Duh!” Is menarik napas panjang. “Akhirnya, beres juga. Udah ya, Ta, gue naik ke mobil lagi. Udah damai soalnya.”

“Tapi lo nggak pa-pa kan?”

“Nggak pa-pa gimana? Jelas-jelas gue mo marrrah banget sama sopir gue. Dah dulu ya!”

“Kay.”

Ya ampun, morning drama. Nggak nyangka.

Bahuku tiba-tiba ditepuk dari belakang dan bikin aku terlonjak di kursiku. Saat berbalik, dan kemudian mengenali siapa pelakunya, aku bingung antara mo marah ato seneng. Kak Samu, bo, soalnya.

“Eh, Kakak…,” suaraku mendadak sehalus beledu. “Tumben nyariin sampe ke kelas.”

“Iseng aja.” Diam. Mukanya kayak suntuk banget. Yay! Berarti beneran putus! Is emang top nih sumber gosipnya. Bener-bener bisa dipercaya!

Something’s wrong?” tanyaku, cepet-cepet menghapus tanda-tanda kegembiraan dari wajahku.

“Nggak. Lagi bete aja.” Diam lagi. “Udah tahu… gue sama Trina dah putus?”

“Masa?” kataku, pura-pura shock.

“He-eh. Kemarin.”

Kak Samuel lalu cerita kronologis putusnya—nggak beda sih sama yang diceritakan Is semalam. Trina diputusin karena terlalu—duh, obvious banget gitu lohhh—high maintenance. Belum lagi kesukaannya party. Seminggu bisa sampe empat kali dia party. Padahal masih hari sekolah. “Party mulu. Kapan belajarnya?”

Aku manggut-manggut ngerti. Keluhannya persis omelanku ke Mama tadi pagi. Oke, minus bagian belajarnya ya, cos I’m really not that nerdy. Aku cuman orang yang kebetulan memilih di rumah aja ketimbang berkeliaran di luaran. Aku lebih seneng nonton TV ato berendam di bathtub sambil baca GlamTeen terbaru. Dan firasatku bilang Kak Samu nggak jauh beda denganku.

That’s why we are so MEANT TO BE.

“Aku bisa bantu apa…,” aku tersenyum semanis yang aku bisa, “biar Kakak nggak bete lagi?”

Kak Samu membalas senyumanku. Nggak lepas sih, tapi lumayan lah buat langkah awal. “kayaknya sih nggak ada. Time will heal, I guess.”

Aku manggut-manggut menyembunyikan kekecewaan.

Tapi setelah itu Kak Samu bilang lagi, “Tapi kalo kamu mau nemenin aku, err, sekadar ngopi sambil ngobrol-ngobrol, I'll appreciate it. Aku butuh nyibukin diri biar nggak kepikiran 'dia.'"

“Kkkkapan?”

Kak Samu menatapku penuh harap. “Malam ini?”

Shit.

0 comments: